Catatan Kecil Teruntuk Pengurus dan Calon Pengurus, Wakil dan Calon Wakil Rakyat….

Bagaimana bisa mengurus rakyat, bila rakyat menjerit, engkau hanya berkata, “kami kan sibuk, harus mengurus banyak hal?!” Memang apa yang kau urus samapai lupa akan kepentingan rakyat? Bukankah mengurus rakyat itu yang engkau emban?

Bagaimana bisa mengurus rakyat, bila engkau masih angkuh untuk mengaku salah dan selalu berapologi, “Ah itu kan soal politis.” Seolah situasi lah yang salah.

Bagaimana bisa mengurus rakyat, bila atas nama pembangunan, atas nama keindahan kota, dan atas nama-atas nama yang lain, membuat bagian dari rakyatmu kebingungan memikirkan bagaimana ia makan selanjutnya, sekolah anak-anaknya bagaimana, bayinya tak bisa tumbuh normal karena jangankan minum susu, makanannya pun tak ada gizinya, celakanya bagian rakyatmu yang lain harus menerima hanya bisa makan dengan nasi aking, nasi basi yang dikeringkan. Ah minum ASI? Mana bisa asinya berkualitas, ibunya pun makan seadanya.

Padahal lihat, betapa cantik Negeri ini, zamrud kathulistiwa dahulu, saat pohon-pohon rimbun itu tak ditebang sembarangan dan diselundupkan ke negeri orang. Betapa berlimpahnya tanah dengan kesuburan yang dapat membuat rakyat negerimu tak bingung soal makanan, tak bingung soal sandang, papan, apalagi pendidikan. Bahkan dapat membuat otak-otak generasi penerus negeri ini secemerlang berlian.

Betapa sejuk udaranya, musimpun berganti dengan teratur, memberi kesempatan kepada para petani untuk membuat jadwal dan mengatur strategi atas tanah-tanah dan tanaman-tanaman mereka. Memberi kesempatan para nelayan untuk melaut dengan tenang dan mendapat hasil tangkapan yang sebanyak-banyaknya, tanpa takut amuk badai dan gelombang tinggi yang datangnya tak lagi menentu.

Betapa bumi dan langit bisa bekerjasama dengan baik saat langit menumpahkan kebaiknya untuk menghilangkan dahaga pepohonan agar pucuknya selalu bisa bersemi, kuncupnya mekar, dan ranum buahnya membuat binatang dan manusia bersuka cita.

Lagi-lagi sayang, saat hutan-hutan digunduli, dan tanah-tanah lapang ditumbuhi beton yang makin subur saja, bumi seperti mulai jenuh, bebannya makin berat, hingga tak mampu lagi mengolah kebaikan langit. Banjir pun di mana-mana, longsor membuat rakyatmu kehilangan orang-orang yang dikasihinya, dan saat kering oooh bencana itu masih saja ada, sawah-sawah itu sama sekali tak bisa ditanami, lagi-lagi mungkin bumi sudah jenuh dan beratnya beban yang harus ditanggung membuatnya tak sempat lagi mengolah dan menyimpan segala kebaikan langit. Ya puso, dan lagi-lagi rakyatmu jadi kelaparan.

Lihat juga betapa birunya laut tak hanya elok dipandang, juga dapat menyejahterakan rakyatmu dengan ikan-ikan yang berkualitas dan melimpah, juga mutiara, rumput laut, dan hasil laut lainnya. Eh malahan kau biarkan saja orang-orang dari seberang sana membuang sampah-sampah yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup manapun dibuang di sana.

Apakah beton-beton tinggi yang tumbuh subur di tanah ibu kota membuatmu tak dapat melihat betapa Negeri ini butuh kearifanmu? Apakah engkau sudah merasa cukup bangga menjadi pengurus rakyat, menjadi calon wakil rakyat, menjadi wakil rakyat dengan masih adanya keadaan rakyatmu yang selalu saja harus menelan pil pahit atas alam yang tak lagi bersahabat, harga yang melonjak, pendidikan mahal, dan kesehatan yang tak memihak orang yang tak punya biaya.

Ah saat ku katakan seperti itu, palingan juga engkau akan mengatakan, “kan sudah ada JPS, ada BLT, ASKESKIN, bla bla bla.” Ah apapun itu nyatanya masih ada saja berita yang mengabarkan bahwa di bagian lain Negeri ini rakyat tak terurus. Apakah engkau bangga dengan kebijakanmu yang tak merata itu?!

Engkau sudah merasa melakukan banyak hal dengan itu? Atau jangan-jangan engkau hanya bisa berjanji tanpa mampu untuk menepati? Atau jangan-jangan memang tak ada niat untuk menepati? Hey ingat rakyat itu raja, dan engkau hanya pelayannya, bukan sebaliknya! Aku jadi teringat kata Andrea Hirata dalam Maryamah Karpov-nya bahwa salah satu karakter orang Melayu-lah suka menggelincirkan lidah, memelesetkan janji. Apa benar demikian? aku ga nge-judge lho.

Sungguh apabila engkau mengatakan, “Tugas kami banyak, harus mengurusi ini itu, bla bla bla.” Aku ingin mengatakan,”Lah bukannya itu resiko, tugas menjadi pengurus rakyat, menjadi wakil rakyat, kalau ga mau direpotkan dan disibukkan dengan ini itu untuk mengurus rakyat, ya ngapain menyatakan, maju sebagai pengurus rakyat, wakil rakyat?”

Bukankah dengan segala tugas itu engkau tak begitu saja, Negara memberimu imbalan juga kan, berupa gaji? Bukan gratisan kan? Jadi jangan selalu berapologi dan memaklumi diri dong! Kalau kami member toleransi itu wajar, tapi kalau engkau memaklumi diri sendiri seperti itu, ah sungguh itu tak pantas, sungguh itu tak boleh, sungguh itu memalukan, sungguh engkau tidak berhak.

Ini bukan soal salah atau benar, hanya menegaskan hubungan.

Tak usahlah engkau sewot apabila kata-kataku salah, cukup bela dirimu dengan pembuktian. Rakyat butuh bukti euy. Setidaknya ingatlah, saat tugasmu telah purna sebagai manusia, masih ada pengadilan Tuhan yang siapapun tak akan pernah lolos dari jeratan pasal-pasal-Nya. Dunia itu fana, tak ingatkah engkau? Bukankah engkau sudah pergi haji, yaaah kalaupun belum, gajimu besarkan? Kalau ada lebihnya, daripada buat membeli mobil banyak-banyak yang makin membuat macet dan polusi itu, Mending ditabung buat naik Haji gitu, atau disumbangkan ke orang-orang yang membutuhkan, setidaknya selain itu sangat mulia, sungguh jika engkau ikhlas, itu bisa membebaskanmu dari jeratan Pengadilan Tuhan yang dapat dengan mudah membuatmu terpanggang dalam panasnya api neraka. Oh maaf maaf… bukan bermaksud menggurui, pastinya engkau tahu soal ini , mungkin malah sampai hafal di luar kepala gitu [makanya melayang2 entah ke mana :p] hanya mengingatkan kok.

Jadi, bagaimana bisa mengurus rakyat? Saat engkau sibuk copy paste sitem Negara lain tanpa melihat kondisi yang ada di negaramu sendiri? Pastinya harus disesuaikan bukan? Lihat gayanya tentara pelajar dulu yang cukup orisinil, tapi nyatanya, perjuangan mereka ada hasilnya kan? Banyak contohlah, makanya sesekali lihat, buka, baca, dan pahami buku-buku sejarah yang ada. Ibarat berjalan, setidaknya tidak membuat kita terperosok pada lubang yang sama berkali-kali, memalukan kan, asli ga keren banget gitu loh.

Jadi bagaimana bisa mengurus rakyat? Saat engkau sibuk bersolek untuk menarik perhatian Negara lain yang sering jahat sama kita itu? Genit banget sih? Padahal jelas-jelas ada negeri kecil di bagian lain bumi ini telah mereka luluh lantakkan tanpa ampun, mereka yang berkoar-koar tentang penegakan HAM, mereka pula yang tak pernah sama sekali menghormati HAM? Masak iya kita masih aja ngarep ke mereka? Kalau nanti nasib kita ga beda jauh dengan nasib saudara kita di bagian lain bumi ini yang tadi disebut itu, bagimana? Kayak ulo marani gebuk donk.

Jangan Cuma mengutuk, menghujat, dll, bertindak dong. Engkau kan orang-orang pintar, pasti engkau tahu caranya, ga usah takut, Tuhan selalu berpihak pada kebaikan, tak percayakan engkau pada kekuatan Sang Pencipta?

Bukankah sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya bahwa betapa cemerlangnya Negeri ini, di usia yang sangat belia kala itu, menjadi motor penggerak perdamaian kelas internasional. Takut apa? Semuanya bukankah memang butuh pengorbanan?

Toh rakyat Negeri ini bukan rakyat yang lemah sejatinya, justru kebijakan-kebijakanmu itu yang membuat kekuatan mereka tertidur, berhibernasi. Masih tak ingatkah engkau betapa bambu runcing mampu mengalahkan meriam yang dahsayat itu? Jadi bagaimana bisa mengurus rakyat?

Apabila engkau tak pernah berpihak pada mereka, tak pernah menggali potensi mereka, tak berpikir sedikit pun soal kemerdekaan. Ah sudahlah, tak usahlah engkau geram padaku karena kata-kataku ini, apalagi sampai membuatku berurusan dengan aparatmu yang aneh itu.

Tak usah membela diri apalagi berapologi! kami tak butuh semua itu. Cukup buktikan saja kalau apa yang aku katakan ini salah! Gimana? Sanggup ga?

Ah sudahlah, lama-lama jari-jariku pegal juga menulis tulisan sepanjang ini, istirahat dulu ah.

Monjali, 90209 1:40 pm

Little_zee

Mengais Nafas

Disadur dari “Mengais Nafas”, Rubrik Khothorot (Editorial), Tarbawi edisi 195 Th. 10, Shafar 1430, 22 Januari 2009

Di atas puing-puing peradaban yang runtuh, kita mengais sisa-sisa nafas. Untuk ratusan kematiann di Gaza kita harus mengutuk. Kebencian adalah sisi lain dari keimanan, yang harus terus dinyalakan untuk mereka yang membunuh, merampas, menghancurkan, merontokkan sendi-sendi hidup, menghilangkan nyawa, dan merampas hak.

Terserah orang mencari tafsir apa, atas serangan bom dan roket yang dilakukan Israel di Gaza. Faktanya bahwa penjajah itu telah membunuh ratusan orang. Mayat –mayat bergelimpangan di jalanan. Faktanya penajajah itu telah melukai ribuan lainnya yang mengantri sekarat, disebabkan ambulan macet kehabisan bahan bakar. Lantaran obat-obat tak lagi tersedia dan perbatasan Gaza dengan Mesir masih gelap dari lalu lintas.

Terserah orang mencari tafsir apa, atas serangan bom Israel di Gaza. Faktanya tentara zionis itu terus menghancurkan puluhan bangunan, kampus, kantor, rumah, kendaraan, bahkan masijid. Memupus harapan dan mimpi anak-anak kecil yang sedang belajar mengakrabi zona kehidupan mereka yang keras. Listrik mati dan malam begitu gelap. Air tak lagi mengalir.

Terserah orang mencari tasfsir apa, atas sikap amerika yang selalu membenarkan segala tindakan Israel. Faktanya memang amerika selalu berdiri di garis depan dalam membela Israel. Apapun yang dilakukan Israel adalah benar di mata amerika. Bisa jadi serangan Israel atas Gaza, hanyalah cara anak asuh amerika itu menunjukkan kepada bapak angkatnya. Mungkin Israel ingin menyampaikan pesan kepada presiden baru amerika, bahwa gempita sambutan optimisme dunia tas terpilihnya obama, tidak akan bisa mempengaruhi sikap kepala batunya. Ini juga isyarat bahwa mengharapkan jargon perubahan versi obama akan mengubah juga sikapnya kepada Israel, mungkin ibarat menggantang asap.

Terserah orang mencari tafsir apa, atas sikap ummat Islam yang marah. Di berbagai penjuru dunia demo digelar. Solidaritas bergelora di tengah gelombang kegetiran, menghasilkan dollar demi dollar yang dengan tulus dikumpulkan. Dengan harapan bisa membantu tragedy Gaza. Mungkin tidak sampai menyelesaikan, tapi setidaknya menyemangati. Selanjutnya itu adalah pembuktian bahwa mereka tak ingin dicap sebagai bukan ummat Muhammad saw, lantaran tak peduli dengan nestapa yang tengah diderita ummat Islam yang lain.

Di atas puing-puing peradaban yang runtuh, kita mengais sisa-sisa nafas. Untuk ratusan kematian di Gaza kita harus mengutuk. Kebencian adalah sisi lain dari keimanan, yang harus terus dinyalakan untuk mereka yang membunuh, merampas, menghancurkan, merontikkan sendi-sendi hidup, menghilangkan nyawa, dan merampas hak.

Asa yang tertindas

dalam diamku, aku menjerit
dalam ceriaku, ada sunyiku
dalam tawaku, ada tangisku
dalam tegarku, aku rapuh
dalam diamku, aku bergerak, aku berpikir, aku tak diam, tahukah engkau?
dalam turutku, aku berontak
Rabb… akankah ini semua kan ada akhirnya?
Ku selalu percaya janji-Mu kan selalu datang pada saat yang tepat
meski ku tak pernah tahu saat itu kapan datangnya
ku kan selalu sabar, meski kadang tergoda
ku kan selalu tegar, meski rapuh
ku kan selalu ceria, meski perih menyayat
Rabb… beri hamba-Mu yang dhoif ini kekuatan untuk itu yaa Rabb….
aamiin

Menakar Ulang Keimanan Qt

Sadar atau tidak, sering kali kita mengkhianati keimanan qt justru pada hal-hal yang remeh temeh. yuk mari kita lihat ke dalam diri kita masing2 benarkah qt sudah sepenuhnya memepercayai Allah swt sebagai dzat yang maha segalanya? yang mampu melakukan apapun atas siapapun dan kapanpun atas kehendak-Nya?

suatu hari saya bdiskusi dengan seorang saudara, kali karena udah rada tua jadi ya gini ngomong apa aja pasti sedikit banyak ada bumbu2 soal masalah berjudul nikah. Beliau bercerita soal keinginan menikah muda salah seorang temannya yang akhirnya temannya itu mengurungkan azzam nya untuk menikah muda hanya karena melihat peliknya persoalan rumah tangga temannya yang lain, dari soal cek cok  hingga cerai.

Setelah Beliau selesai bercerita, saya bertanya, “Nt percaya Allah?” yah saya coba uraikan segala unek2 yang ada di benak, bukankah Allah swt itu sesuai dengan persangkaan hamba-Nya? Knapa meragukan-Nya? Semua juga kembali ke niat qt…klo pun belum nikah, tak bolehkah yakin dengan segala keyakinan kepada-Nya? Beliau bilang, “Kan nt bilang gitu karena nt blom nikah.” Lah apa hubungannya ini soal keyakinan sodara. “Banyak ikhwan akhowat yang semangat gt awalnya.” Lanjut Blio. Uhm…sempat terbersit ketakutan dalam diri, benarkah begitu, takut tidak dapat mempertahankan keyakinan yang sedang dilatih untuk terus tegak dalam diri, mengakar kuat dalam nurani.

Ah tidak, toh selama ini Allah swt begitu baik padamu Zeni, gumamq dalam hati. Saat qt sekolah, ujian ada aja cara buat berbuat curang, mencontek misalnya, jujur sih klo nyontek pernah tapi g sering wong g berani, paling banter nanya temen hehehe :p itu kan brati selain qt g pe de dengan diri kita sendiri sama juga dengan mengkhianati janji qt untuk senantiasa yakin atas ketentuan-Nya, klo memang qt sudah berusaha keras belajar mengapa harus takut dan ragu. Bahkan pada malam2 yang dingin sudah beruntai2 berjuta doa dan asa dari mulut qt untuk sebuah harap akan kebaikan-Nya. Tapi mengapa masih juga ragu?

Mungkin qt sudah tidak lagi pergi ke dukun atau mencari wangsit di sebuah gua yang gelap di hutan belantara negeri antah berantah. Tapi qt masih saja percaya dengan hal-hal yang seharusnya tidak kita percaya. Yah bukan berarti saya sudah bebas dari itu semua… tapi berusaha ga pernah ada salahnya kan?

Bukankah baik itu relatif di mata manusia, tapi sahabat, sungguh baik di mata Allah itu pasti. Bila masih juga ragu….paksalah hatimu untuk yakin….dan teruslah seperti itu….pada saatnya keyakinan itu akan benar2 kuat tertanam dalam diri mengakar dalam nurani. Hanya qt memang harus berusaha!

G nyambung ya… sambung2in aja deh… moga ada manfaatnya… klo g ada bilang aja br di delete J